Friday, 28 March 2014

(Book) Evergreen by Prisca Primasari


judul: Evergreen
penulis: Prisca Primasari
penerbit: Grasindo, 2013
tebal: 203 halaman
rating: 4.5 stars
Rachel selalu mendapatkan apa yang Ia mau. Perhatian dari teman-teman, kasih sayang dari Ibunya dan pekerjaan dengan prospek yang cerah sebagai Editor di Sekai Publishing. Ia tidak pernah bersyukur dan menghargai apa yang Ia miliki sampai akhirnya Ia kehilangan itu semua. Karena kesalahan fatal (menurut atasannya di Sekai Pubishing) Rachel akhirnya dipecat dari pekerjaannya dan menjadi depresi. Rachel bahkan sempat berpikir untuk bunuh diri. Ia pun hanya bisa diam dan memecahkan gelas-gelas yang ada dirumahnya tanpa bisa berbuat apa-apa, hanya merenungi nasibnya yang malang. Ia mengeluh berulang kali kepada sahabat-sahabatnya, dan menuduh mereka sebagai sahabat yang tidak pernah peduli, padahal mereka telah cukup sabar menghadapi Rachel dan memberikan berbagai macam solusi, tetapi Rachel tidak pernah mau mendengarkan.

"Aku menderita sekali," gumam Rachel, memandang marah pada langit biru jernih di luar jendela apartemen. Bagaimana mungkin langit dan matahari bersinar secerah itu saat suasana hatinya sedang hancur-hancuran? "Aku jarang makan... jarang minum. Kalau ingin minum, aku harus keluar untuk membeli di minimarket, karena aku tidak punya gelas untuk minum."
Rachel tidak mau hidupnya hancur begitu saja, Ia pun memberanikan diri untuk menghubungi beberapa kenalannya di penerbit lain untuk menanyakan lowongan pekerjaan. Ia mencoba melamar ke Shiro Publishing tapi sayang, mereka sedang tidak membutuhkan tenaga kerja baru. Alih-alih mendapatkan pekerjaan, Rachel malah mendapatkan usulan dari Toru Fukada untuk datang ke kafe es krim favoritnya di daerah Shibuya, Evergreen.
"Melupakan gelas-gelas yang akan dibeli, Rachel perlahan berjalan dan membuka pintu kafe. Terdengar flurin yang digantung di kosen pintu, bersamaan dengan lagu Across the Universe The Beatles. Seketika semua pelayan membungkuk dan tersenyum.
"Selamat datang," sapa mereka.
Dari Evergreen, Rachel kemudian mengenal orang-orang yang ternyata memiliki masalah yang lebih sulit dari dirinya, tetapi mereka tetap tersenyum tulus dan berusaha untuk membahagiakan orang lain. Contohnya Yuya, si pemilik kafe yang memiliki masa lalu suram perihal kedua orang tuanya. Ada juga Fumio, lelaki yang dapat membuat orang lain tersenyum dengan senyumannya itu pun sedang menghadapi cobaan yang sangat berat. Kari, yang ternyata memiliki pengalaman pahit ketika Ia masih SMP, dan Gamma, juga Toichiro yang merupakan pelanggan tetap kafe Evergreen pun memiliki kisah tersendiri.

Pada kunjungannya yang kedua kali, Rachel mendapat kesempatan untuk menyaksikan Gathering para pekerja kafe Evergreen. Ia pun menjadi rutin datang ke kafe dan tiba-tiba saja Yuya mengajaknya untuk bergabung menjadi salah satu karyawan di kafe es krim tersebut. Awalnya Ia menolak mentah-mentah karena egonya yang tinggi, tetapi karena paksaan dari Yuya yang susah sekali dihindari, akhirnya Rachel mau juga untuk menjadi pelayan di Evergreen tanpa pernah menyangka bahwa kafe es krim itu akan membawa perubahan besar terhadap dirinya.


Covernya cantik. Begitulah tanggapanku ketika mengambil buku ini dari rak dan membawanya ke kasir. Ketika aku membuka halaman pertama, aku agak mengerutkan dahi saat melihat fontnya yang imut-imut. Aku jarang seklai menemukan novel dengan font seperti ini (kecuali novel klasik yang kubeli beberapa bulan lalu, Jane Eyre. Fontnya rapat dan mini sekali membuat mataku sakit.) yang menurutku terlalu kecil walaupun memang tidak mengganggu proses membaca. Cerita didalam novel ini begitu hangat dan menyentuh. Aku sangat menyukai semua karakter yang ada didalamnya, walaupun sempat agak kesal melihat tingkah laku Rachel. Waktu Ia ditinggalkan oleh sahabatnya pun aku masih bisa mengerti karena memang Rachel patut mendapatkannya. Aku sendiri tidak yakin akan bisa sabar menghadapi orang yang egois dan selalu mengeluh seperti itu. Untungnya, Rachel datang ke kafe Evergreen, dan bertemu dengan orang-orang yang ada disana.
“Secara harfiah, Evergreen berarti pohon yang selalu berwarna hijau sepanjang tahun. Bisa pula diartikan sebagai selamanya. Aku ingin kafe ini, juga orang-orang di dalamnya, bisa bersahabat selamanya, seperti cemara yang tidak pernah berubah warna.” 
Karakter favoritku adalah Yuya. Hahaha. Bukan karena dia tampan dan memiliki fan-club, tetapi karena sifatnya yang easy going dan penuh pengertian terhadap teman-temannya, bahkan orang yang baru saja dikenalnya. Plot yang ada didalam buku ini memang cukup simpel juga cukup suram. Setiap karakter memiliki masalah dan masa lalu yang gelap, manusiawi sekali dan tidak terlihat dibuat-buat, aku menyukainya. Entah hanya aku saja, atau memang di setiap buku tipis yang pernah kubaca rasanya aku selalu dapat mengambil makna yang jauh lebih banyak dibandingkan buku-buku bantal lainnya. Contohnya novel Evergreen ini, aku cenderung tertutup dan enggan untuk menceritakan masalahku dengan orang lain, hanya karena aku takut dikasihani. Tapi, saat membaca bagian gathering kecil yang dilakukan para pekerja di kafe Evergreen, aku merasa ingin masuk ke dalam lingkaran mereka. Bercerita dan berbagi kenangan indah maupun buruk agar beban yang ada didalam diri bisa sedikit terangkat. Rasanya enak sekali jika aku bisa melakukan hal seperti itu dengan teman-temanku :)

Jujur saja aku agak kaget dengan endingnya, soalnya aku merasa chemistry yang ada pada Yuya dan Rachel kurang terasa. Mungkin karena penulis lebih membahs kehidupan pribadi tokoh-tokoh yang ada didalam cerita. Tetapi, aku tetap menikmati setiap lembaran kisah ini dari awal sampai akhir. Karakter yang membuatku miris adalah Fumio :(. Bagaimana bisa ada orang setabah itu? Aku tak sanggup membayangkannya, sementara Ia tetap tegar dan bersemangat untuk mencari sesuatu yang hilang dari masa kecilnya. Pada akhirnya aku dapat memberikan 4.5 bintang untuk kisah indah nan sendu ini. Banyak sekali makna yang dapat dipetik dari novel Evergreen. Aku sudah sangat mengagumi gaya penulisan Prisca Primasari dari pertama kali aku membaca tulisannya di novel Paris: Aline, dan aku juga akan membaca karyanya yang lain, yang belum sempat kubaca.

xo, Puspita Sanri.

No comments:

Post a Comment